Home


10 Pelajaran Hidup Jesus Calling yang Menginspirasi

gambar ini adalah contoh 10 Pelajaran Hidup Jesus Calling

Buku Jesus Calling telah menjadi sumber inspirasi bagi banyak orang di seluruh dunia. Melalui pesan-pesan harian yang ditulis dengan pendekatan pribadi, buku ini membantu pembaca mendekatkan diri kepada Tuhan dan menemukan kedamaian dalam kehidupan sehari-hari. Dalam artikel ini, kita akan membahas 10 Pelajaran Hidup Jesus Calling yang dapat memberikan makna lebih dalam dalam perjalanan spiritual.

1. Hidup dengan Kepercayaan Penuh kepada Tuhan

Salah satu pelajaran utama dari Jesus Calling adalah pentingnya mempercayai Tuhan sepenuhnya. Dalam kehidupan yang penuh ketidakpastian, kita sering kali merasa khawatir dan cemas. Namun, pesan dalam buku ini mengajarkan bahwa Tuhan selalu memiliki rencana terbaik untuk kita.

“Jangan takut, karena Aku menyertai engkau; jangan bimbang, karena Aku ini Allahmu.” (Yesaya 41:10)

2. Menemukan Kedamaian dalam Kehadiran Tuhan

Banyak orang merasa gelisah dan terjebak dalam tekanan hidup. Salah satu 10 Pelajaran Hidup Jesus Calling adalah mengingat bahwa kehadiran Tuhan selalu membawa kedamaian. Dengan meluangkan waktu untuk berdoa dan merenungkan firman-Nya, kita dapat merasakan ketenangan yang sejati.

3. Bersyukur dalam Segala Hal

Dalam setiap situasi, baik suka maupun duka, Jesus Calling mengajarkan kita untuk selalu bersyukur. Sikap syukur membantu kita melihat berkat yang ada dalam kehidupan dan memperkuat hubungan kita dengan Tuhan.

“Bersyukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu.” (1 Tesalonika 5:18)

4. Mengandalkan Tuhan dalam Setiap Langkah

Ketika menghadapi tantangan, kita sering kali mencoba mengandalkan kekuatan sendiri. Namun, buku ini mengajarkan bahwa kita seharusnya menyerahkan semua kekhawatiran kepada Tuhan dan mengandalkan-Nya dalam setiap langkah hidup.

5. Mendengarkan Suara Tuhan dalam Keheningan

Sering kali kita terlalu sibuk dengan kehidupan hingga lupa mendengarkan suara Tuhan. Salah satu pelajaran dari 10 Pelajaran Hidup Jesus Calling adalah pentingnya menyisihkan waktu untuk diam dan berkomunikasi dengan Tuhan melalui doa dan renungan.

6. Mengampuni dan Mencintai Sesama

Kehidupan ini tidak lepas dari kesalahan dan konflik. Jesus Calling menekankan pentingnya mengampuni orang lain seperti Tuhan telah mengampuni kita. Dengan mengampuni, kita membebaskan hati dari beban dan hidup lebih damai.

7. Menjalani Hidup dengan Kerendahan Hati

Kita diajarkan untuk tidak sombong dan selalu mengutamakan kerendahan hati. Dalam hidup, kebesaran sejati datang bukan dari keunggulan duniawi, tetapi dari kesediaan untuk melayani dan rendah hati di hadapan Tuhan.

8. Percaya bahwa Tuhan Selalu Menyediakan

Buku ini mengingatkan bahwa Tuhan selalu menyediakan kebutuhan kita. Dalam kesulitan finansial, kesehatan, atau hubungan, kita dapat percaya bahwa Tuhan akan membuka jalan dan memberikan yang terbaik bagi kita.

9. Hidup dalam Sukacita Sejati

Sukacita yang sejati tidak berasal dari harta atau pencapaian duniawi, tetapi dari hubungan yang erat dengan Tuhan. Dalam Jesus Calling, kita diajarkan untuk menemukan kebahagiaan melalui iman dan kasih Tuhan.

10. Berjalan dalam Rencana Tuhan

Pelajaran terakhir dari 10 Pelajaran Hidup Jesus Calling adalah tentang mempercayai dan mengikuti rencana Tuhan. Meski kita tidak selalu memahami jalan yang diberikan, kita bisa yakin bahwa Tuhan memiliki tujuan besar dalam hidup kita.

“Rancangan-Ku adalah rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan.” (Yeremia 29:11)

Kesimpulan

Buku Jesus Calling mengajarkan banyak pelajaran berharga tentang bagaimana menjalani kehidupan dengan iman dan kepercayaan kepada Tuhan. Dari bersyukur dalam segala hal hingga mengandalkan Tuhan dalam setiap langkah, setiap pelajaran memberikan pengingat untuk tetap dekat dengan-Nya. Dengan memahami 10 Pelajaran Hidup Jesus Calling, kita dapat menemukan ketenangan dan sukacita sejati dalam hidup.

Baca Juga : Kutipan Buku Jesus Calling yang Menguatkan Iman dan Hati

Kutipan Buku Jesus Calling yang Menguatkan Iman dan Hati

Buku Jesus Calling karya Sarah Young telah menjadi sumber inspirasi bagi banyak orang. Dalam buku ini, terdapat banyak Kutipan Buku Jesus Calling yang memberikan ketenangan, pengharapan, dan penguatan dalam iman. Dengan gaya penulisan yang langsung seolah-olah Yesus berbicara kepada pembacanya, buku ini menjadi renungan yang mendalam dan pribadi bagi setiap orang yang membacanya.

Keunikan Buku Jesus Calling

Buku Jesus Calling tidak seperti buku renungan biasa. Sarah Young menuliskannya dalam bentuk pesan langsung dari Tuhan kepada pembaca. Ini memberikan pengalaman membaca yang lebih mendalam dan personal, seolah-olah Yesus sedang berbicara langsung kepada kita. Buku ini juga dirancang untuk dibaca setiap hari, dengan pesan yang sesuai untuk setiap momen dalam hidup.

Berikut adalah 10 kutipan terbaik dari buku Jesus Calling yang dapat menguatkan hati dan membawa damai dalam kehidupan sehari-hari.

1. “Jangan takut, karena Aku menyertai engkau. Aku akan menguatkan dan menolongmu.”

Kutipan ini mengingatkan kita bahwa dalam setiap keadaan, Tuhan selalu hadir. Tidak ada alasan untuk takut karena kasih-Nya selalu menyertai kita. Ketika kita menghadapi ketidakpastian atau tantangan, Tuhan adalah sumber kekuatan dan perlindungan kita.

2. “Percayalah kepada-Ku dengan sepenuh hatimu dan jangan bersandar pada pengertianmu sendiri.”

Terkadang, kita terlalu mengandalkan logika manusia dan lupa bahwa Tuhan memiliki rencana yang lebih besar. Kutipan ini mengajarkan kita untuk berserah penuh kepada-Nya. Meskipun kita tidak selalu memahami jalan yang Tuhan tetapkan, kita bisa mempercayakan hidup kita kepada-Nya.

3. “Aku memberi damai yang berbeda dengan yang dunia berikan.”

Dunia sering kali menawarkan kebahagiaan sementara, tetapi damai yang diberikan Tuhan jauh lebih dalam dan tidak tergantung pada keadaan. Kedamaian sejati hanya dapat ditemukan dalam hubungan kita dengan Tuhan, bukan dalam kesuksesan duniawi atau materi.

4. “Datanglah kepada-Ku saat hatimu gelisah, dan Aku akan memberimu ketenangan.”

Ketika menghadapi kesulitan atau kegelisahan, kita bisa menemukan ketenangan sejati dengan mendekat kepada Tuhan. Tuhan mengundang kita untuk menyerahkan beban kita kepada-Nya, karena Dia sanggup menanggungnya.

5. “Setiap hari adalah kesempatan baru untuk berjalan bersama-Ku.”

Setiap hari yang diberikan adalah anugerah dan kesempatan untuk lebih dekat dengan Tuhan. Kita tidak perlu terpaku pada masa lalu, karena kasih-Nya selalu baru setiap hari. Kutipan ini mengingatkan kita bahwa hubungan dengan Tuhan adalah perjalanan yang harus kita jalani setiap hari.

6. “Aku menuntunmu di jalan yang harus kau tempuh, dan Aku akan memberimu hikmat.”

Saat kita merasa bingung dengan keputusan hidup, Tuhan berjanji untuk membimbing kita. Kita hanya perlu mendengarkan-Nya dengan hati yang terbuka. Hikmat Tuhan jauh lebih besar daripada pemahaman manusia, dan Dia akan selalu menunjukkan jalan yang benar bagi kita.

7. “Bersyukurlah dalam segala keadaan, karena Aku bekerja dalam setiap bagian hidupmu.”

Rasa syukur adalah kunci untuk hidup yang lebih damai dan penuh harapan. Kutipan ini mengingatkan kita bahwa Tuhan hadir dalam setiap situasi, bahkan dalam kesulitan. Ketika kita belajar untuk bersyukur dalam segala hal, kita akan melihat tangan Tuhan bekerja dalam hidup kita.

8. “Jangan khawatir akan hari esok, karena Aku sudah ada di sana.”

Kekhawatiran sering kali mengganggu pikiran kita, tetapi Tuhan sudah mengetahui masa depan kita. Percayalah bahwa Dia telah merencanakan yang terbaik. Tuhan mengundang kita untuk hidup dalam iman dan tidak terbebani oleh ketakutan akan masa depan.

9. “Aku mencintaimu dengan kasih yang tak terbatas dan tak bersyarat.”

Tidak ada kasih yang lebih besar daripada kasih Tuhan kepada kita. Kutipan ini mengajarkan kita untuk menerima kasih-Nya dengan penuh keyakinan. Kasih Tuhan tidak tergantung pada perbuatan kita, tetapi merupakan anugerah yang diberikan tanpa syarat.

10. “Berjalanlah dalam terang-Ku dan biarkan hatimu dipenuhi oleh damai sejati.”

Ketika kita memilih untuk hidup sesuai dengan kehendak Tuhan, kita akan merasakan damai yang tak tergoyahkan oleh keadaan dunia. Tuhan memanggil kita untuk hidup dalam terang-Nya dan mengikuti jalan yang telah Dia tetapkan bagi kita.

Cara Menggunakan Kutipan dari Jesus Calling dalam Kehidupan Sehari-hari

Kutipan dari Jesus Calling tidak hanya untuk dibaca, tetapi juga untuk direnungkan dan diterapkan dalam kehidupan kita. Berikut adalah beberapa cara untuk menjadikan kutipan ini sebagai bagian dari perjalanan iman kita:

  1. Gunakan sebagai doa harian – Sebelum memulai hari, bacalah salah satu kutipan dan gunakan sebagai doa pribadi.
  2. Tuliskan di jurnal – Catat kutipan yang paling menyentuh hati Anda dan tuliskan bagaimana kutipan tersebut relevan dengan kehidupan Anda.
  3. Bagikan dengan orang lain – Kirimkan kutipan yang menguatkan kepada teman atau keluarga yang membutuhkan dorongan.
  4. Jadikan panduan dalam pengambilan keputusan – Saat menghadapi pilihan sulit, ingatlah bahwa Tuhan selalu membimbing kita.

Kesimpulan

Kutipan Buku Jesus Calling menjadi pengingat bahwa Tuhan selalu hadir dalam kehidupan kita. Melalui kata-kata yang menginspirasi ini, kita dapat lebih memahami kasih dan janji-Nya. Dalam setiap tantangan hidup, kita bisa menemukan penghiburan dan ketenangan dengan berpegang pada firman-Nya. Jika Anda membutuhkan penguatan rohani, membaca kutipan dari buku ini bisa menjadi cara yang baik untuk merenungkan kasih Tuhan dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan membaca dan menerapkan kutipan dari Jesus Calling, kita bisa semakin dekat dengan Tuhan dan hidup dalam damai yang sejati. Biarkan firman Tuhan menjadi pedoman dalam setiap langkah kita dan menguatkan hati kita dalam setiap keadaan.

Baca Juga : Cara Meningkatkan Iman Melalui Doa dan Firman Tuhan

Cara Meningkatkan Iman Melalui Doa dan Firman Tuhan

gambar ini adalah contoh cara Meningkatkan Iman yaitu dengan berdoa

Iman adalah fondasi utama dalam kehidupan rohani seseorang. Dengan iman yang kuat, seseorang dapat menghadapi berbagai tantangan dan tetap teguh dalam kepercayaan kepada Tuhan. Namun, iman tidak selalu stabil. Ada kalanya seseorang merasa ragu, kehilangan semangat, atau bahkan menjauh dari Tuhan. Oleh karena itu, penting untuk selalu menjaga dan meningkatkan iman agar tetap kuat dan bertumbuh. Dua cara utama yang dapat dilakukan adalah melalui doa dan membaca Firman Tuhan.

1. Pentingnya Iman dalam Kehidupan Sehari-hari

Iman bukan hanya sekadar percaya kepada Tuhan, tetapi juga memiliki hubungan yang erat dengan-Nya. Iman memberi ketenangan dalam menghadapi masalah, memberikan harapan di tengah kesulitan, dan menuntun seseorang untuk hidup sesuai dengan kehendak Tuhan. Dalam Alkitab, Ibrani 11:1 mengatakan, “Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.” Ayat ini mengingatkan bahwa iman harus dijalani dengan keyakinan penuh, meskipun kita tidak selalu dapat melihat hasilnya secara langsung.

2. Meningkatkan Iman Melalui Doa

a. Mengapa Doa Penting?

Doa adalah sarana komunikasi antara manusia dengan Tuhan. Dengan berdoa, kita bisa mengungkapkan segala keluh kesah, rasa syukur, serta permohonan kepada-Nya. Melalui doa yang rutin, iman seseorang akan semakin kuat karena ia merasa lebih dekat dengan Tuhan dan percaya bahwa setiap doanya didengar.

b. Cara Berdoa yang Meningkatkan Iman

  1. Berdoa dengan Sungguh-sungguh – Luangkan waktu khusus untuk berbicara dengan Tuhan tanpa gangguan.
  2. Berdoa dengan Iman – Yakini bahwa Tuhan mendengar doa dan akan menjawabnya sesuai dengan kehendak-Nya.
  3. Bersyukur dalam Doa – Jangan hanya meminta, tetapi juga bersyukur atas segala yang telah diberikan.
  4. Berdoa Secara Konsisten – Jangan hanya berdoa saat ada masalah, tetapi jadikan doa sebagai kebiasaan sehari-hari.
  5. Berdoa dengan Doa yang Berlandaskan Firman Tuhan – Gunakan ayat-ayat Alkitab sebagai bagian dari doa agar semakin dikuatkan dalam iman.

3. Meningkatkan Iman Melalui Firman Tuhan

a. Mengapa Membaca Alkitab Penting?

Firman Tuhan adalah pedoman hidup bagi orang percaya. Dengan membaca dan merenungkan Alkitab, seseorang bisa memahami kehendak Tuhan, menemukan jawaban atas pergumulan hidup, serta mendapatkan kekuatan rohani. Roma 10:17 berkata, “Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus.” Hal ini menunjukkan bahwa semakin sering kita mendengar atau membaca Firman Tuhan, semakin kuat iman kita.

b. Cara Membaca Firman Tuhan Agar Iman Bertumbuh

  1. Baca Secara Teratur – Tetapkan waktu harian untuk membaca Alkitab, misalnya di pagi atau malam hari.
  2. Gunakan Devosi atau Renungan Harian – Ini membantu memahami ayat-ayat dalam konteks kehidupan sehari-hari.
  3. Merenungkan Firman Tuhan – Jangan hanya membaca, tetapi pikirkan bagaimana Firman Tuhan bisa diterapkan dalam hidup.
  4. Gunakan Alkitab sebagai Jawaban dalam Hidup – Saat menghadapi masalah, cari ayat yang relevan dan jadikan sebagai pedoman.
  5. Diskusikan dengan Komunitas Kristen – Bergabung dalam kelompok doa atau studi Alkitab dapat membantu memahami lebih dalam dan memperkuat iman.

4. Menggabungkan Doa dan Firman Tuhan dalam Kehidupan Sehari-hari

Agar iman terus bertumbuh, doa dan membaca Firman Tuhan harus berjalan seiring. Berikut beberapa cara praktis untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari:

  • Mulai Hari dengan Doa dan Firman Tuhan – Sebelum beraktivitas, luangkan waktu untuk berdoa dan membaca satu atau dua ayat Alkitab.
  • Gunakan Ayat sebagai Motivasi Harian – Tuliskan ayat yang menginspirasi dan bacalah sepanjang hari.
  • Berdoa Berdasarkan Firman Tuhan – Ketika membaca Alkitab, gunakan ayat-ayat yang relevan untuk dijadikan bagian dari doa.
  • Beribadah dan Mengikuti Pengajaran Kristen – Mendengarkan khotbah atau mengikuti kelompok kecil dapat membantu memperdalam pemahaman iman.

Kesimpulan

Meningkatkan iman adalah perjalanan seumur hidup yang memerlukan usaha dan kesadaran. Dua cara utama yang efektif adalah melalui doa yang konsisten dan membaca Firman Tuhan secara rutin. Dengan menjalankan kedua hal ini, seseorang bisa semakin dekat dengan Tuhan, memiliki ketenangan dalam menghadapi tantangan hidup, serta mendapatkan kekuatan rohani untuk tetap berjalan dalam iman. Jadikan doa dan Firman Tuhan sebagai bagian dari keseharian, dan rasakan bagaimana iman bertumbuh serta membawa damai sejahtera dalam hidup.

Baca Juga : Sarah Young dan Perjalanan Spiritual di Balik Jesus Calling

Sarah Young dan Perjalanan Spiritual di Balik Jesus Calling

gambar ini adalah buku yang menceritakan perjalanan spiritual Sarah Young

Buku Jesus Calling karya Sarah Young telah menjadi salah satu bacaan yang sangat diminati oleh banyak orang Kristen di seluruh dunia. Dikenal karena pesannya yang menenangkan dan relevan, buku ini tidak hanya menjadi panduan devosi harian tetapi juga sumber inspirasi spiritual. Namun, keindahan karya ini tidak lepas dari perjalanan spiritual Sarah Young yang penuh makna dan kedalaman. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi perjalanan tersebut dan bagaimana pengalaman pribadinya memengaruhi isi buku yang begitu banyak memberkati hidup pembacanya.


Awal Perjalanan Spiritualitas Sarah Young

Sarah Young adalah seorang wanita yang tumbuh dalam kehidupan yang penuh dengan nilai-nilai Kristen. Namun, perjalanan spiritualnya benar-benar berubah ketika ia mulai mendalami praktik devosi yang lebih intim dengan Tuhan.

1. Inspirasi dari Buku Lain
Sarah mengungkapkan bahwa ia terinspirasi oleh sebuah buku klasik Kristen berjudul God Calling yang ditulis oleh dua wanita anonim. Buku tersebut mendorongnya untuk merenungkan hubungan pribadinya dengan Tuhan dan mempraktikkan komunikasi dua arah dalam doa.

2. Pengalaman Pribadi dengan Tuhan
Dalam proses tersebut, Sarah mulai merasakan dorongan untuk mendengarkan suara Tuhan melalui firman-Nya dan menuliskan apa yang ia yakini sebagai pesan-Nya kepada dirinya. Hal ini menjadi fondasi utama dalam buku Jesus Calling, di mana setiap pesan ditulis dalam bentuk percakapan yang seolah langsung dari Yesus kepada pembaca.


Inspirasi di Balik Penulisan Jesus Calling

1. Saat Berjuang dalam Kehidupan
Perjalanan spiritual Sarah Young tidak selalu mulus. Dia menghadapi berbagai tantangan, termasuk masalah kesehatan dan momen-momen keraguan. Namun, justru dalam saat-saat tersebut, ia merasa dikuatkan oleh kehadiran Tuhan. Pesan-pesan yang ia tuliskan dalam Jesus Calling adalah refleksi dari pengalamannya menemukan penghiburan dan harapan di tengah kesulitan.

2. Keinginan untuk Membawa Damai
Sarah Young memiliki keinginan untuk membantu orang-orang menemukan damai di tengah kesibukan dunia. Buku Jesus Calling dirancang untuk memberikan momen ketenangan bagi pembacanya, mengingatkan mereka akan kasih Tuhan yang tak pernah berakhir.

3. Fokus pada Hubungan Personal dengan Tuhan
Salah satu kekuatan buku ini adalah kemampuannya untuk membuat pembaca merasa dekat dengan Tuhan. Sarah ingin setiap orang yang membaca Jesus Calling merasakan bahwa Tuhan hadir secara pribadi dalam hidup mereka.


Respon Dunia terhadap Jesus Calling

Buku ini pertama kali diterbitkan pada tahun 2004 dan langsung mendapat respon positif dari berbagai kalangan.

1. Buku Devosi yang Mendunia
Jesus Calling telah diterjemahkan ke dalam lebih dari 20 bahasa dan terjual jutaan kopi di seluruh dunia. Pesannya yang universal membuat buku ini diterima di berbagai budaya dan denominasi Kristen.

2. Memberkati Banyak Orang
Banyak pembaca mengaku bahwa buku ini telah mengubah hidup mereka, membantu mereka menemukan kedamaian, kekuatan, dan hubungan yang lebih dalam dengan Tuhan.

3. Kritik dan Diskusi
Meskipun banyak yang memuji buku ini, ada juga kritik terkait pendekatan Sarah yang menulis dalam sudut pandang langsung dari Yesus. Namun, Sarah selalu menekankan bahwa isi buku ini berasal dari refleksinya atas firman Tuhan dan tidak dimaksudkan untuk menggantikan Alkitab.


Pesan Utama dalam Jesus Calling

Buku ini berfokus pada beberapa tema utama yang terus menguatkan pembacanya:

1. Kasih Tuhan yang Tak Pernah Berakhir
Setiap devosi dalam Jesus Calling mengingatkan pembaca bahwa Tuhan selalu hadir dan mengasihi mereka tanpa syarat.

2. Damai di Tengah Kesibukan
Di dunia yang penuh tekanan, buku ini menjadi panduan untuk menemukan ketenangan melalui hubungan dengan Tuhan.

3. Hidup dalam Kepercayaan
Sarah mendorong pembaca untuk mempercayai rencana Tuhan bahkan di tengah situasi yang sulit.


Warisan Perjalanan Spiritual Sarah Young

1. Inspirasi bagi Generasi Baru
Sarah Young telah menginspirasi banyak orang untuk mendekatkan diri kepada Tuhan dan merenungkan firman-Nya setiap hari.

2. Melalui Tantangan Kesehatan
Meskipun menghadapi tantangan kesehatan selama bertahun-tahun, Sarah tetap setia pada panggilannya untuk menulis dan memberkati orang lain.

3. Buku Lanjutan
Setelah Jesus Calling, Sarah terus menulis buku-buku lain seperti Jesus Always dan Jesus Lives, yang juga membawa pesan penguatan bagi pembaca.


Kesimpulan

Perjalanan spiritual Sarah Young adalah bukti bagaimana hubungan yang mendalam dengan Tuhan dapat menghasilkan karya yang luar biasa. Jesus Calling tidak hanya menjadi buku devosi, tetapi juga alat untuk membantu banyak orang menemukan kasih, damai, dan harapan di dalam Tuhan.

Bagi Anda yang mencari cara untuk mendekatkan diri kepada Tuhan di tengah kesibukan, Jesus Calling bisa menjadi panduan harian yang penuh berkat. Nikmati setiap pesannya dan rasakan kehadiran Tuhan dalam hidup Anda.

Baca Juga : Definisi, Asal Mula Dan Pandangan Tentang Agama Kristen

Definisi, Asal Mula Dan Pandangan Tentang Agama Kristen

Agama Kristen, agama besar yang bermula dari kehidupan, ajaran dan kematian Yesus dari Nazareth (Kristus atau Yang Diurapi) pada abad pertama Masehi. Agama ini telah menjadi agama terbesar di dunia dan, secara geografis, agama paling populer di antara semua agama. Ini memiliki lebih dari 2 miliar pengikut. Kelompok besarnya terdiri dari Gereja Katolik, Gereja Ortodoks, dan Gereja Protestan.

Kekristenan Ortodoks adalah salah satu cabang tradisi tertua, namun kehilangan kontak dengan Kekristenan Barat dan Ortodoksi dari pertengahan abad ke-5 hingga akhir abad ke-20 karena perselisihan mengenai Kristologi (ajaran tentang hakikat dan makna Yesus Kristus). Gerakan-gerakan penting dalam dunia Kristen yang lebih luas yang terkadang melintasi batas-batas denominasi termasuk Pentakostalisme, Kristen karismatik, evangelisisme, dan fundamentalisme. Ada beberapa gereja independen di dunia ini. Lihat juga Anglikanisme; Pembaptis; Kongregasi; Lutheran; Agama resmi;

Artikel ini pertama-tama mengeksplorasi sifat dan perkembangan agama Kristen, gagasan dan institusinya. Kemudian kita akan melihat beberapa ekspresi ideologis Kekristenan. Terakhir, status agama Kristen di dunia, hubungan antara cabang-cabang dan denominasi-denominasinya, karya misionarisnya di antara bangsa-bangsa lain dan hubungannya dengan agama-agama dunia lainnya.

asal mula agama kristen

GEREJA DAN SEJARAHNYA

Hakikat dan Identitas Kekristenan

Dalam pengertiannya yang paling mendasar, Kekristenan adalah tradisi iman yang berpusat pada Yesus Kristus. Dalam konteks ini, iman mengacu pada tindakan keyakinan orang beriman dan isi keyakinannya. Secara tradisional, Kekristenan lebih dari sekedar sistem kepercayaan agama. Hal ini juga menciptakan budaya, seperangkat ide dan gaya hidup, adat istiadat dan artefak yang telah diwariskan dari generasi ke generasi sejak Yesus menjadi objek iman. Oleh karena itu, Kekristenan adalah tradisi iman yang hidup dan juga budaya yang ditinggalkan oleh iman. Agen Kekristenan adalah gereja, sekelompok orang yang membentuk tubuh umat beriman.

Mengatakan bahwa Kekristenan “berpusat” pada Yesus Kristus sama saja dengan mengatakan bahwa Kekristenan menghubungkan keyakinan, praktik, dan tradisi lain dalam beberapa cara dengan tokoh sejarah. Namun, hanya sedikit orang Kristen yang puas hanya dengan melestarikan referensi sejarah tersebut. Meskipun tradisi keimanan mereka bersifat historis – yaitu, mereka percaya bahwa komunikasi dengan Tuhan tidak terjadi dalam dunia gagasan yang abadi tetapi dengan orang-orang biasa pada zamannya – mayoritas umat Kristiani imannya terfokus pada tubuh. Yesus Kristus, berpikir bahwa dia juga adalah realitas saat ini. Mereka mungkin mengutip banyak referensi lain dalam tradisi tersebut dan oleh karena itu mungkin berbicara tentang “Tuhan” dan “sifat manusia” atau “Gereja” dan “dunia”, namun jika mereka tidak fokus pertama dan terakhir pada Yesus-Kristus, mereka tidak bisa disebut sebagai “Tuhan”. disebut Kristen.

Berfokus pada Yesus sebagai tokoh sentral adalah hal yang sederhana namun juga sangat kompleks. Ribuan gereja, sekte, dan sekte independen yang membentuk tradisi Kristen modern mencerminkan kompleksitas tersebut. Ketika Anda menghubungkan kelompok-kelompok independen ini dengan konteks perkembangan mereka di negara-negara di seluruh dunia, Anda akan takjub. Hal ini menjadi lebih beragam ketika Anda memikirkan orang-orang yang mengekspresikan kepatuhan mereka terhadap tradisi ini dalam kehidupan doa dan pembangunan gereja, dalam ibadah mereka yang tenang, atau dalam upaya aktif mereka untuk mengubah dunia.

Karena kompleksitas ini, tentu saja sepanjang sejarah Kristen, orang-orang yang ada di dalam dan di sekitar tradisi ini berupaya menyederhanakannya. Dua cara untuk mencapai hal ini adalah dengan memusatkan perhatian pada “esensi” iman, dan dengan demikian pada ide-ide yang sangat diperlukan, atau pada “identitas” tradisi, dan oleh karena itu pada batas-batas pengalaman historisnya.

Para sarjana modern menempatkan fokus tradisi iman ini dalam konteks agama monoteistik. Kekristenan menceritakan kisah tokoh sejarah Yesus Kristus dalam konteks yang berupaya untuk setia pada pengalaman monoteistik. Ia selalu menolak politeisme dan ateisme.

Elemen kedua dari tradisi iman Kristen, dengan beberapa pengecualian, adalah rencana penebusan atau penebusan. Artinya, anggota gereja menampilkan diri mereka berada dalam kesulitan dan membutuhkan keselamatan. Apapun alasannya, mereka telah menjauh dari Tuhan dan mereka perlu diselamatkan. Kekristenan didasarkan pada pengalaman atau rencana tertentu dengan tujuan keselamatan – yaitu memulihkan atau “menebus” ciptaan Tuhan kepada Tuhan sebagai bagian dari keselamatan. Agen keselamatan adalah Yesus Kristus.

Selama berabad-abad, mungkin sebagian besar orang beriman belum menggunakan kata “esensi” untuk menggambarkan inti iman mereka. Istilah ini sendiri berasal dari bahasa Yunani dan dengan demikian hanya mewakili satu bagian dari tradisi, sebuah elemen dalam istilah tersebut yang membentuk Kekristenan. Esensi adalah kualitas yang memberikan identitas pada sesuatu, inti yang membedakannya dari yang lain. Bagi para filsuf Yunani, kata ini berarti sesuatu yang melekat pada suatu benda atau kelas benda, yang memberinya sifat-sifat dan dengan demikian membedakannya dari semua benda lain yang mempunyai sifat-sifat lain. Oleh karena itu, Yesus Kristus adalah salah satu ciri penting Kekristenan dan memberikannya identitas yang unik.

Jika kebanyakan orang tidak peduli dengan hakikat agama Kristen, mereka seharusnya memahami apa arti kata “esensi”. Apakah mereka di satu sisi berusaha untuk diselamatkan atau ditebus, atau di sisi lain memikirkan dan berbicara tentang keselamatan, kebebasannya, dan maknanya, mereka fokus pada pengalaman alami saya. Mereka yang fokus pada tradisi iman juga membantu memberikan identitasnya. Mustahil mendiskusikan hakikat tradisi sejarah tanpa menyebutkan bagaimana kualitas-kualitas idealnya telah didiskusikan selama berabad-abad. Namun, seseorang dapat mendiskusikan dua topik terpisah yaitu alam dan identitas secara berturut-turut, sambil selalu menyadari keterkaitan keduanya.

pandangan pandangan terhadap agama kristen

Sejarah Tentang Pandangan-Pandangan Terhadap Agama Kristen

Pandangan Awal

Yesus dan anggota paling awal dari tradisi iman Kristen adalah orang Yahudi, dan dengan demikian mereka berdiri dalam tradisi iman yang diwarisi oleh orang-orang Yahudi di Israel dan Tanah Pengasingan. Mereka adalah penganut monoteis, setia kepada Tuhan Israel. Ketika mereka mengatakan bahwa Yesus adalah Tuhan, mereka harus melakukannya dengan cara yang tidak menantang monoteisme.

Umat ​​​​Kristen mula-mula mulai melepaskan diri dari Yudaisme karena Yudaisme tidak menerima Yesus sebagai Mesias, sehingga mereka mengutarakan gagasan tertentu tentang siapa yang mereka percayai. Seperti umat beragama lainnya, mereka mulai mencari kebenaran. Tuhan, dalam hakikat segala sesuatu, pasti merupakan kebenaran hakiki. Namun, dalam sebuah bagian yang terdapat dalam Injil Yohanes, Yesus menyebut diri-Nya bukan hanya “jalan” dan “hidup” tetapi juga “kebenaran”. Secara kasar, kata ini berarti “segala kebenaran”, mengacu pada partisipasi Yesus dalam satu realitas Allah.

Sejak awal, ada orang Kristen yang mungkin tidak percaya bahwa Yesus adalah kebenaran atau bahwa dialah satu-satunya partisipan dalam realitas Tuhan. Ada kaum humanis Yesus, ada pula kaum modernis yang menerapkan kebenaran Kristus, namun meskipun mereka telah menyesuaikan Dia dengan konsep-konsep humanis pada masanya, mereka tetap terlibat dalam perdebatan mengenai hakikat Kekristenan dan kembalinya agama Kristen ke monoteisme dan inilah pertanyaannya. jalan keselamatan.

Beberapa orang berpendapat bahwa cara terbaik untuk melestarikan esensi Kekristenan adalah dengan mempelajari dokumen-dokumen paling awal—empat Injil dan surat-surat yang membentuk sebagian besar Perjanjian Baru—yang berisi kenangan, ajaran, atau kepercayaan Kristen mula-mula tentang Yesus Kristus. Ingat Barangkali, “Yesus yang Sederhana” dan “Iman Asli” muncul dari dokumen-dokumen ini sebagai hakikat alam. Namun pandangan ini ditentang karena ada pendapat bahwa tulisan-tulisan yang membentuk Perjanjian Baru itu sendiri menunjukkan bagaimana pemikiran orang Yahudi dan Yunani tentang Yesus dan Tuhan. Hal ini terlihat melalui pengalaman berbagai tokoh, seperti Rasul Suci Paulus atau para komposer tak dikenal – yang secara tradisional dikenal sebagai St. Matius, St. Markus, St. Lukas dan St. Yohanes – yang terakhir dikompilasi dalam Injil. Faktanya, Perjanjian Baru tidak hanya menggambarkan atau mengatur cara-cara ibadah, kebijakan, pengelolaan dan perilaku yang berbeda-beda bagi komunitas Kristen, tetapi juga berbagai teologi atau penafsiran dalam keyakinan utama mereka. Sebagian besar percaya bahwa perbedaan-perbedaan ini saling memperkuat, sehingga para ahli berpendapat bahwa asal muasal dokumen-dokumen tersebut mungkin saling bersaing atau bahkan bertentangan.

Namun, semua pakar dan penganut Perjanjian Baru sepakat bahwa ada beberapa gagasan dasar yang penting dalam iman Kristen mula-mula. Misalnya, James G. Dunn, seorang sarjana Inggris, mengatakan bahwa mereka semua sepakat bahwa “Yesus yang bangkit adalah Tuhan yang naik.” Artinya, jika orang percaya mula-mula tidak percaya bahwa Yesus “dibangkitkan”, bangkit dari kematian, dan “naik ke surga” dalam suatu cara yang melampaui pengalaman fana dan duniawi biasa, maka tidak ada tradisi iman dan kitab suci. Berangkat dari premis sederhana ini, umat Kristen mula-mula bisa mulai mempersulit pencarian esensi.

Sebuah pertanyaan penting adalah bagaimana menggabungkan kepedulian penting terhadap Yesus dengan sifat monoteistik. Di berbagai tempat dalam Perjanjian Baru, terutama dalam tulisan-tulisan para apologis (penulis akhir abad ke-1 dan ke-2 yang berusaha membela dan menjelaskan iman kepada anggota masyarakat) Yunani—Romawi), Yesus dianggap sebagai “Firman yang ada sebelum ” . Artinya, sebelum ada Yesus dalam sejarah yang lahir dari Maria dan dilihat serta disentuh oleh orang-orang Yahudi dan orang-orang lain pada zaman-Nya, sudah ada Logos—sebuah prinsip rasional, sebuah elemen keteraturan, sebuah “Firman””—berpartisipasi dalam Tuhan dan karena itu ada, tetapi hanya sebelum Firman yang “menjelma”, yaitu Firman yang menjadi manusia dan menjadi manusia (Yohanes 1:1 -14).

Dalam mencari hakikat kebenaran dan jalan menuju keselamatan, beberapa kelompok Yahudi-Kristen awal (seperti kaum Ebionit) dan para teolog kemudian menggunakan metafora pengakuan anak. Para teolog ini mengutip beberapa bagian Alkitab (misalnya Kisah Para Rasul 2:22). Sama seperti orang tua duniawi yang dapat mengangkat anak, demikian pula orang tua rohani, yang Yesus sebut Abba (Bahasa Aram: “Bapa” atau “Bapa”), juga mengangkat anak dan membawa mereka kepada Allah sebagai kodratnya. Ada banyak sekali variasi mengenai tema ini, seperti konsep Sabda atau resepsi, namun hal ini memberikan beberapa wawasan tentang bagaimana para apolog mula-mula melakukan pendekatan untuk membantu mendefinisikan esensi iman monoteistik yang berfokus pada Yesus.

Meskipun lebih mudah untuk menunjukkan keberagaman daripada kesederhanaan atau kejelasan dalam deklarasi iman awal, penting untuk dicatat bahwa sejak awal orang-orang beriman menekankan bahwa mereka, atau bermaksud untuk menjadi, atau diperintahkan, dan berusaha untuk bersatu dalam pandangan mereka. . pengabdian pada esensi tradisi iman mereka. Tidak mungkin ada banyak kebenaran sejati, atau banyak jalan keselamatan yang sah. Penolakan terhadap tuhan-tuhan lain dan cara-cara lain yang melekat dalam tradisi mereka, dan sebagian besar definisi tentang sifat dan identitas terjadi ketika sekelompok umat Kristen menjadi khawatir bahwa orang lain mungkin menyimpang dari keyakinan dasar mereka, seperti bahwa mereka mungkin tertarik pada keyakinan lain dewa. atau cara lain.

Menjadikan Yesus sebagai fokus kepercayaan atau penolakan menciptakan semacam masalah ketika Dia tinggal bersama murid-murid-Nya dan mereka yang mengabaikan atau menolak Dia. Setelah “Yesus yang Bangkit” menjadi “Tuhan Yang Naik” dan tidak lagi terlihat, para pemimpin adat menghadapi masalah lain. Bagi mereka, Yesus tetap menjadi kenyataan dan mereka percaya bahwa Dia ada “di tengah-tengah mereka” ketika mereka berkumpul untuk beribadah. Dia hadir dalam pikiran mereka, dalam kesaksian mereka tentang Dia, dan dalam beberapa bentuk ketika mereka menerima Komuni Kudus dan menerima roti dan anggur sebagai “daging dan darah”-Nya. Mereka menciptakan realitas seputar pengalaman itu; Jika Yudaisme adalah kebenarannya, maka demikian pula Kekristenan saat ini.

Pencarian hakikat agama Kristen terfokus pada pikiran masyarakat di dunia Yunani. Fokus pada Yesus menyempit pada gagasan, “tentang” dan bukannya “kepercayaan” dan doktrin. Esensi dimulai sebagai persepsi, merujuk pada apa yang diketahui atau konkrit. Sementara perdebatan mengenai aspek epistemologis atau substantif dari hubungan Yesus dengan Tuhan menjadi memanas dan bernuansa, pencarian esensi menjadi isu yang hampir eksistensial di benak para apologis dan dogmatis dari abad ke-3 hingga ke-6 yang bertemu untuk mendeklarasikan iman , profesi, dan keyakinan. Sifat yang diungkapkan digunakan dalam konflik dan persaingan dengan orang lain. Para pembela agama Kristen mulai bersuara menentang orang Yahudi dan anggota dunia Yunani-Romawi lainnya dengan cara yang merusak agama dan agama Kristen mereka. Alam juga mempunyai cara untuk menentukan siapakah manusia yang paling berkualitas dan jujur. Klaim untuk mengakui sifat sejati Kekristenan dapat digunakan untuk mengecualikan orang-orang yang tidak beriman, murtad, atau bidah. Mereka yang percaya pada kebenaran hakiki dan jalan keselamatan menganggap dirinya sebagai orang dalam dan orang lain sebagai orang luar. Konsep ini menjadi penting setelah kemenangan gerakan Kristen di Kekaisaran Romawi yang resmi menjadi negara Kristen pada akhir abad ke-4.

Pada tahap awal perkembangan iman mereka, orang-orang Kristen melakukan sesuatu yang tidak biasa, bahkan mungkin unik dalam sejarah agama: mereka mengadopsi seluruh kitab suci dari apa yang mereka baca sekarang, agama lain, dan menerima apa yang disebut Perjanjian Lama. Alkitab Ibrani. Namun dengan melakukan hal tersebut, mereka juga menerima penekanan Yudaisme pada monoteisme sebagai inti dari jalan mereka menuju kebenaran dan keselamatan, sama seperti mereka menerima kisah-kisah dalam Alkitab Ibrani sebagai bagian dari kisah dan pengalaman identitas mereka sendiri.

Mempersempit fokus pada Yesus Kristus sebagai kebenaran juga berarti berfokus pada jalan menuju keselamatan. Tidak ada gunanya menyelamatkan orang yang tidak membutuhkan tabungan. Maka dimulailah agama Kristen, melalui konsili dan kredo, para teolog dan cendekiawan, yang mencoba memberikan gambaran yang jelas tentang sifat manusia. Belakangan, ada yang menggambarkannya sebagai “dosa asal”, suatu kondisi yang diwarisi semua manusia dari Adam (manusia pertama) yang membuat mereka tidak mungkin menjadi sempurna atau memuaskan keinginannya sendiri. . Meski umat Kristiani tidak pernah menyepakati doktrin spesifik mengenai dosa asal, namun mereka menggambarkan fakta bahwa ada sesuatu yang membatasi manusia dan membuat mereka membutuhkan keselamatan sebagaimana kodrat agama Kristen. Namun, fokusnya selalu pada Yesus Kristus karena ini adalah intisari Kekristenan lebih dari pernyataan apapun mengenai kondisi manusia.

Esensi kekristenan pada akhirnya terdiri dari klaim-klaim tentang kebenaran Tuhan. Orang-orang Kristen mewarisi dari orang-orang Yahudi gambaran yang cukup familiar tentang Tuhan yang menciptakan alam semesta kecil dan langit berbintang, kemudian berinteraksi dengan manusia, membuat perjanjian dengan mereka dan memberi penghargaan atau hukuman kepada mereka. Namun tradisi Yunani berkontribusi pada konsep Tuhan yang lebih besar dari gagasan apa pun tentang Tuhan, tetapi harus didekati melalui gagasan. Faktanya, pada periode inilah kata-kata seperti esensi, esensi, dan kepribadian – istilah-istilah yang bukan merupakan bagian dari tradisi Perjanjian Lama atau Perjanjian Baru – mulai dimasukkan ke dalam kesaksian Pengakuan Iman dalam Alkitab. Umat ​​​​Kristen menggunakan kosa kata dan repertoar yang tersedia pada saat itu untuk berbicara tentang hal-hal yang mencakup dan tidak dapat dijelaskan, menempatkannya dalam kesaksian tentang Tuhan yang menjadi pusat iman mereka. Umat ​​​​Kristen masa kini, termasuk banyak orang yang menolak gagasan tentang kepercayaan atau bahasa apa pun di luar Alkitab, masih dihadapkan pada pertanyaan-pertanyaan dan maksud-maksud dari orang-orang zaman dahulu: bagaimana memandang Yesus dengan cara yang tidak memandang mereka sendiri, sebagai tujuan itu sendiri – karena hal itu merupakan penyembahan berhala manusia – tetapi sebagai pengabdian kepada-Nya dalam konteks totalitas kebenaran ilahi.

Mustahil merekam upaya mengekspresikan alam tanpa menunjukkan keberagaman dalam kesatuan. Namun, kepercayaan pada kesatuan hakiki adalah milik setiap pencarian esensi. Jadi, ketika teolog Gallo-Romawi abad kelima, St. Vincent dari Lérins merumuskannya, Kekristenan mengungkapkan iman yang “setiap orang selalu percaya” (quod ubique, quod semper, quod ab omnibus creditum est). Ini adalah momen yang khas dan menentukan. Meskipun tidak semua orang Kristen setuju pada setiap rumusan, secara umum disepakati bahwa ada beberapa “hal” mendasar yang diyakini secara luas.

Pandangan Abad Pertengahan dan Reformasi

Selama seribu tahun, beberapa sejarawan menyebut Kekristenan Barat sebagai “Zaman Kegelapan”, yang berlangsung hingga masa Kekaisaran Romawi meluas ke timur dan barat. Hakikat iman Kristen berbeda dengan tiga abad lalu ketika agama Kristen menjadi agama resmi. Sepanjang Abad Pertengahan, pemahaman tentang alam terus berkembang. Pada abad ke-4 dan ke-5 M, para teolog termasuk St. Ambrose, St. Agustinus dari Hippo, dan St. Jerome meletakkan dasar bagi perkembangan pemikiran Kristen. Pada abad ke-5, karena keputusan Konsili Roma dan peristiwa-peristiwa khusus, Uskup Roma, Paus, menjadi juru bicara utama iman Kristen Latin atau Barat. Posisi ini akan memperoleh kekuatan institusional yang lebih besar pada akhir Abad Pertengahan. Di Gereja Timur, meskipun Patriark Konstantinopel menyatakan bahwa tidak ada Paus yang memimpin para uskup, mereka menganggap diri mereka sebagai pemegang teguh dan teguh doktrin-doktrin yang merupakan hakikat Gereja.

Drama Barat, terutama setelah tahun 1000 M, menjadi lebih menentukan bagi Kekristenan di dunia modern. Para paus dan uskup Kekristenan Latin secara bertahap menetapkan esensinya melalui doktrin dan kanon yang memajukan pemahaman kuno tentang iman. Ketika mereka mendominasi Eropa, mereka berusaha menekan pemahaman yang saling bertentangan tentang hakikat iman. Pada abad ke-14 dan ke-15, orang-orang Yahudi dikurung di ghetto, tempat-tempat yang terisolasi dan mengasingkan diri di mana mereka tidak dapat dan tidak dapat menikmati hak-hak istimewa agama Kristen secara penuh. Ketika sekte tertentu (Walden, Cathar, dll.) dianggap sesat karena menolak gagasan Katolik Roma tentang hakikat agama Kristen, mereka harus bersembunyi atau didorong ke tempat yang tidak dapat dijangkau oleh para pembela doktrin resmi. Esensi agama Kristen menjadi seperangkat doktrin dan ajaran, yang disebarluaskan dan dikendalikan oleh hierarki yang memandang doktrin-doktrin ini sebagai gudang kebenaran ilahi. Para teolog dapat memperdebatkan klaim ini dengan sangat lembut dan keras, namun hanya sedikit orang di milenium tersebut yang memilih untuk terlibat dalam perselisihan besar mengenai doktrin resmi, yang semuanya dipandang sebagai konsekuensi penting dari iman mendasar kepada Yesus Kristus, yaitu partisipasi dalam kebenaran Tuhan. dan memberi. jalan menuju keselamatan.

Perbedaan antara pendeta resmi (yang menyelenggarakan sakramen dan melayani umat beriman) dan kaum awam juga meningkat pada abad-abad ini. Berabad-abad kemudian, sebagian besar perdebatan tentang hakikat Kekristenan abad pertengahan berasal dari catatan para otoritas ini. Ketika kepercayaan orang-orang awam lebih dipahami, maka menjadi semakin jelas dari catatan sejarah dan sosial bahwa banyak variasi dalam sifat kepercayaan telah dikemukakan. Banyak yang memanfaatkan keyakinan hukum resmi gereja terhadap kuasa hal-hal suci untuk mengembangkan model hubungan dengan Tuhan yang, menurut para reformis Protestan, menghilangkan keunikan Tuhan dengan Yesus Kristus sebagai satu-satunya penebus.

Selama ribuan tahun ini, ketika iman memegang monopoli budaya, dalam Kekristenan Barat dan Timur, kreativitas meledak dan budaya Kristen berkembang, meningkatkan dan memperumit konsep sederhana apa pun yang ada di alam. Kekristenan adalah tradisi iman sekaligus tradisi budaya, dan para pemimpin gereja abad pertengahan tidak akan menganggap pernyataan ini menyinggung atau menghina. Kekristenan sebagai sebuah tradisi budaya mungkin paling jelas tercermin dalam katedral dan gereja megah yang dibangun pada Abad Pertengahan serta dalam manuskrip bergambar pada masa itu.

Namun, ketika budaya Kristen menjadi lebih kompleks, sejumlah individu yang mengalami reformasi muncul, berusaha untuk kembali ke apa yang mereka yakini sebagai sifat asli budaya Kristen. Diantaranya adalah St. Fransiskus dari Assisi, yang kesalehan pribadi dan kehidupan sederhananya sering dianggap sebagai manusia dan yang ajarannya paling baik mengungkapkan hakikat asli kebenaran dan sarana keselamatan Yesus kepada otoritas yang ditunjuk Gereja dan Kekaisaran. Berbeda dengan anggota Waldenses dan kelompok pembangkang lainnya, Fransiskus menerima otoritas pendeta yang ditahbiskan dan berkontribusi pada reformasi dan pembaruan seluruh gereja.

Pada akhir Abad Pertengahan, terdapat banyak pembangkang—seperti Jan Hus di Bohemia, John Wycliffe di Inggris, dan Girolamo Savonarola di Florence—yang lebih menonjol dibandingkan St. Louis. Fransiskus. Ada pula yang menentang doktrin gereja dengan cara yang lebih radikal. Terlepas dari segala perbedaan yang ada, mereka bersatu dalam mengkritik apa yang mereka yakini sebagai kompleksitas hakikat Kekristenan. Mereka mencari kesederhanaan dalam pemikiran, moral, dan kehidupan beragama umat Kristiani berdasarkan nubuatan Alkitab.

Ketika Reformasi Protestan memecah-belah Kekristenan Barat—seperti halnya umat Kristen Timur yang terpecah sejak abad ke-11—dunia Eropa pada abad ke-16 memperlihatkan keberagaman Kekristenan yang tak terbatas. Lahirnya berbagai kelompok Protestan—Lutheran, Episkopal, Presbiterian, Reformed, Anabaptis, Quaker, dll.—merupakan perdebatan tentang hakikat agama Kristen. Secara keseluruhan, hal-hal tersebut mempersulit siapa pun, tidak peduli seberapa miskinnya, untuk mendapatkan hak asuh eksklusif atas materi ini. Masing-masing sekte Protestan menawarkan pandangan berbeda atau ekspresi parsial tentang alam, meskipun sebagian besar Protestan setuju bahwa alam ini dapat dipulihkan, atau mungkin unik, dengan mengembalikan pesan utama Alkitab.

Setelah bangkitnya Reformasi, sebagian besar kelompok pembangkang, yang mempunyai tujuan di berbagai negara, merasa perlu untuk mempersempit fokus mereka, memperjelas doktrin mereka yang sebenarnya, dan memahami kebenaran ilahi dan jalan keselamatan. Selama satu abad, para teolog di banyak universitas Protestan mengadopsi sistem yang mirip dengan sistem skolastik lama yang ditolak oleh beberapa reformis. Mereka yang tadinya percaya bahwa definisi doktrinal tidak sesuai dengan esensi Kekristenan, kini mulai mendefinisikan konsep-konsep penting mereka dalam istilah doktrinal, namun mereka melakukan hal ini untuk menentang kelompok Lutheran, Reformator, Presbiterian, dan banyak lagi yang menentang dan menentang iman secara radikal Anabaptis.

Keyakinan St. Vincent Rylance memiliki iman yang dianut oleh semua orang, selamanya dan di mana pun, iman yang tahan terhadap pertumbuhan pesat denominasi Protestan dan gerakan Katolik Roma, dan iman itu, dalam cara yang kompleks, membantu memberi inspirasi. ekumenisme modern. bergerak Oleh karena itu, ada yang menyebut gerakan ini sebagai penyatuan Gereja, yang menyiratkan bahwa Gereja pernah menjadi “satu” dan selanjutnya menyiratkan bahwa Gereja mewujudkan sifat kesatuan. Oleh karena itu, unifikasi berarti menghilangkan hal-hal yang bersifat tambahan, mengurangi argumen, dan memfokuskan kembali pada hal-hal yang esensial.

Pandangan Modern

Gereja dan dunia modern menghadirkan kesulitan-kesulitan baru dalam upaya mendefinisikan hakikat Kekristenan. Otonomi dalam ekspresi iman tumbuh dari humanisme Renaisans (yang merayakan pencapaian manusia dan mendorong otonomi manusia) dan pemikiran Reformasi (yang menjadikan penganutnya bertanggung jawab atas keyakinan mereka). Beberapa orang mengatakan bahwa Protestantisme percaya pada hak untuk menilai pribadi. Umat ​​​​Katolik Roma memperingatkan bahwa umat beriman yang tidak tunduk pada otoritas Gereja akan memperkenalkan banyak konsep penting yang sama dengan umat beriman.

Pada abad ke-18, Pencerahan, sebuah gerakan filsafat Barat, semakin mengaburkan pencarian esensi agama Kristen. Zaman Pencerahan mempromosikan pandangan optimis tentang kemungkinan dan kesempurnaan manusia, menantang pandangan arus utama Kristen tentang keterbatasan manusia. Tuhan menjadi kekuatan yang objektif dan penuh kebajikan, bukan sekedar agen yang mengatur jalan keselamatan bagi mereka yang membutuhkan keselamatan. Periode Pencerahan juga mempromosikan gagasan otonomi manusia dan penggunaan akal untuk menemukan kebenaran. Namun, menurut para pemikir Pencerahan, akal tidak perlu menanggapi wahyu supranatural yang terdapat dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Memang benar, akal mempertanyakan integritas kitab suci itu sendiri melalui metode sejarah dan kritik sastra. Masyarakat seharusnya tidak lagi bergantung pada kata-kata pendeta yang mengkhotbahkan ide-ide dasar Kristen.

Meskipun banyak orang Barat yang murtad akibat Pencerahan dan meningkatnya kritik, banyak orang lain—di Jerman, Prancis, Inggris, Skotlandia, dan kemudian Amerika—tetap menjadi Kristen cara yang berbeda. Beberapa orang Kristen, khususnya Unitarian, menolak gagasan tentang pra-eksistensi Inkarnasi dan gagasan bahwa Yesus diadopsi sebagai Tuhan. Yesus dianggap sebagai guru atau teladan yang hebat. Jadi mereka pun menguji batas-batas doktrin dasar tentang jalan keselamatan. Gagasan utama Kekristenan Deistik adalah bahwa Tuhan tetap “sendirian”, yaitu hanya percaya pada satu prinsip, tetapi sebagai “deist” dan bukan “theist”, ia berbeda dengan gambaran kuno tentang dewa pribadi yang berpartisipasi dalam manusia. penting. Mereka menyerang integritas konsep St. Vincent Rylance dan memberikan alasan lebih lanjut bagi kaum Ortodoks untuk menggunakan konsep Vincent untuk mengecualikan kaum Unitarian, Deis, dan inovator lainnya dari dunia Kristen.

Pada abad ke-19, kritik filosofis dan sejarah menginspirasi sebagian umat Kristiani untuk menemukan kembali hakikat diri mereka. Misalnya, di bawah pengaruh filsuf idealis Jerman G.W.F Hegel, para sarjana Hegel berusaha menyelamatkan agama Kristen dengan melihatnya sebagai wahyu dari “roh absolut”. Mereka menelusuri sejarah Kristen melalui dialektika yang berkesinambungan, serangkaian kekuatan dan reaksioner yang menciptakan sintesis baru. Masalah dengan pendekatan Hegel adalah bahwa Yesus historis dipandang sebagai tahap dalam perkembangan spiritual sepenuhnya; Dia bukanlah agen yang menentukan jalan menuju keselamatan “sekali untuk selama-lamanya” yang disebutkan dalam kitab Ibrani. Belakangan, pakar Alkitab seperti David Friedrich Strauss menyebut Yesus historis sebagai mitos kelompok tertentu dalam perkembangan dialektis. Iman Kristen sendiri mulai terurai, dan banyak penganut Hegelian mulai menolak Tuhan dalam iman Kristen dan Yesus yang historis.

Kelompok teolog lain pada abad ke-19 mengambil pendekatan sebaliknya. Dalam semangat filsuf Jerman abad ke-18, Immanuel Kant, kaum neo-Kantian ini tidak berbicara tentang dunia noumenal, alam esensi yang tak kasat mata di luar realitas yang terlihat, namun tentang kerajaan besar yang fenomenal, dunia sejarah tempat segala sesuatu terjadi. Para teolog aliran ini terlibat dalam pencarian “Yesus historis” selama satu abad, untuk mencari esensi sederhana dari Kekristenan. Contoh terbaik dari tradisi sejarah ini, teolog Jerman Adolf von Harnack, menulis salah satu buku modern paling terkenal tentang hakikat Kekristenan, Das Wesen des Christentums) (1900; Apa itu Kekristenan?).

Ada seruan untuk menghapuskan apa yang Harnack sebut sebagai “Hellenisme mendalam” dalam agama Kristen, yaitu pengenalan gagasan Yunani tentang alam, substansi, dan keberadaan ke dalam tradisi Kristen pada awal sejarahnya. Fokusnya beralih ke Kebapaan Allah dan proklamasi Kerajaan Surga seperti yang diungkapkan Yesus dalam Injil. Meskipun pendekatan ini konsisten dengan keinginan untuk kesederhanaan di antara banyak orang Kristen, pendekatan ini juga melemahkan konsep tentang Tuhan. Hasilnya adalah sejenis humanisme Kristen yang dianggap jauh dari esensi agama Kristen oleh banyak orang Kristen tradisional. Pandangan ini mengklaim didasarkan pada Yesus historis, namun para ahli tidak sepakat mengenai rinciannya.

Sepanjang zaman modern, banyak pemikir yang mengadopsi cara berbeda dalam mengungkapkan hakikat Kekristenan. Kaum Pietis Jerman, para pengikut John Wesley, kaum Metodis, dan banyak gerakan pietistik Katolik Roma atau Protestan semuanya percaya bahwa para teolog tidak akan pernah bisa menemukan hakikat Kekristenan. Sebaliknya, menurut kelompok-kelompok ini, esensi kekristenan diungkapkan dalam perilaku saleh, persekutuan dengan hati kebapakan Allah (seperti yang diungkapkan dalam kehidupan Yesus), dan dalam emosi, bukan dalam kognisi, akal, atau substansi (yaitu doktrin) di atas. ) Hubungan intim dengan Tuhan. Meskipun pietisme ini sangat memuaskan jutaan penganut modern, namun secara intelektual hal ini meresahkan ketika orang diminta memberikan makna yang mereka perlukan di dunia yang penuh dengan pilihan.

Beberapa orang Kristen modern telah mengalihkan pembicaraan dari sifat kekristenan ke kesempurnaan agamanya. Mereka tersentuh dengan apa yang oleh orang Jerman disebut sebagai “religious study” (studi tentang agama-agama dunia). Di aliran itu, ada penekanan pada yang sakral, yang oleh teolog Jerman Rudolf Otto disebut sebagai “gagasan tentang yang sakral”. Sebagaimana dikemukakan oleh sarjana Jerman Ernst Troeltsch, dalam konteks ini sulit untuk berbicara tentang sifat “mutlak” Kekristenan dan kebenarannya; kita perlu membicarakannya dari perspektif komparatif. Namun, beberapa sarjana perbandingan awal abad ke-20, seperti Uskup Agung Lutheran Swedia Nathan Söderblom, menggunakan pemahaman mereka tentang studi agama untuk membantu memajukan gerakan solidaritas Kristen.

Gerakan ekumenis yang muncul pada abad ke-20 didasarkan pada keyakinan bahwa Gereja memiliki ekspresi budaya berbeda yang harus dihormati; bahwa tradisi pengakuan atau doktrin yang berbeda berupaya mengungkapkan keyakinan dasar. Tradisi-tradisi ini memerlukan kritik, perbandingan, dan bahkan revisi, dan mungkin perlu digabungkan di masa depan untuk mencapai konsensus yang lebih besar. Pada saat yang sama, para pendukung gerakan tersebut mengatakan bahwa bagi umat Kristiani yang mempunyai niat baik, artikulasi hakikat Kekristenan tidak dapat dipahami karena hal tersebut tidak dapat dihindari dan diperlukan.

Terlepas dari kebingungan ini, gerakan ekumenis tetap menjadi perkembangan penting pada abad ke-20. Pada tahun 1948, gerakan ekumenis membentuk Dewan Gereja Dunia, yang mencakup gereja-gereja Protestan, Ortodoks, dan Ortodoks Timur. Dewan Gereja Dunia terdiri dari dua organisasi yang mengusulkan pendekatan berbeda terhadap konsep dasar iman. Suatu pendekatan yang pada dasarnya adalah “kehidupan dan pekerjaan”, yang berpendapat bahwa esensi Kekristenan paling baik ditemukan dan diungkapkan ketika seseorang mengikuti jalan Kristus atau melakukan pekerjaan Kristus, karena hal ini merupakan esensi manusia. Pendekatan lain berfokus pada “Iman dan Ketertiban,” yang menekankan perlunya studi perbandingan doktrin dan komitmen kritis untuk menemukan intinya. Kelompok-kelompok ini tidak akan pernah berpegang teguh pada gagasan bahwa ketika mereka menemukan kesatuan, mereka akan melihat esensi sederhana dari agama Kristen. Namun, mereka percaya bahwa mereka akan menemukan unsur-unsur yang cocok yang dapat mendukung pencarian tanpa henti akan inti tradisi iman mereka.

Beberapa sarjana modern—seperti teolog Inggris John Hick—meyakini bahwa bahasa yang membahas hakikat iman membingungkan dan argumen sejarahnya rumit, sehingga menunjukkan adanya pemahaman tentang hakikat iman. Mereka berbicara tentang “pembenaran eskatologis,” yang mengacu pada akhir zaman, waktu di luar sejarah, atau penggenapannya. Bisa dibilang, di masa depan, klaim keimanan bisa dikaji. Para teolog dari aliran-aliran ini percaya bahwa gagasan masa depan ini mengilhami umat Kristiani dan para sarjana mereka untuk memperjelas bahasa mereka, menyempurnakan pemahaman mereka tentang sejarah, dan fokus pada kesucian dan spiritualitas mereka.

Pertanyaan-Pertanyaan Tentang Identitas Agama Kristen

Pengamatan dalam pencarian esensi Kekristenan, untuk mendefinisikan inti tradisi iman, menunjukkan bahwa pertanyaan tentang identitas Kristen selalu dipertaruhkan. Pandangan psikolog Erik Erikson tentang individu – Definisi identitas berarti “kemampuan untuk mempertahankan identitas batin dan kesinambungan dengan seseorang… identitas yang memiliki makna bagi orang tersebut dengan orang lain dan kesinambungan yang konsisten dengan akumulasi kepercayaan diri”—dapat diterjemahkan ke dalam kelompok Perhatian. Ini berarti bahwa umat Kristiani berusaha untuk mencapai “identitas batin dan kesinambungan” dalam perubahan dengan berfokus pada Yesus Kristus dan jalan menuju keselamatan. Pada saat yang sama, umat Kristiani percaya bahwa identitas ini dapat ditemukan dan berguna oleh mereka yang berada di luar tradisi: kaum sekularis, Budha, komunis atau pihak lain yang berbeda pendapat atau bersaing dengan klaim Kristiani atas kebenaran dan keselamatan.

Dalam aspek-aspek tersebut, para penulis sejarah Kristen seringkali memulai secara fenomenologis ketika membahas identitas Kristen, artinya mereka tidak membawa standar atau kriteria untuk menentukan benar atau tidaknya cabang agama Kristen lain atau bahkan tradisi iman sebagai cabang lain. total; Semua orang yang mengaku Kristen dianggap Kristen. Jadi dari satu sudut pandang, Gereja Yesus Kristus dari Orang-Orang Suci Zaman Akhir, atau Mormonisme sebagaimana umumnya dikenal, menurut pakar Jane Heaps, adalah “tradisi keagamaan baru”. Penganut Kitab Mormon memasukkan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru ke dalam kanon mereka—sama seperti umat Kristen Perjanjian Baru memasukkan seluruh kitab suci dari tradisi sebelumnya—dan kemudian menafsirkannya kembali. Sebagai tradisi agama baru, Mormonisme bukanlah agama Kristen. Namun karena orang Mormon menggunakan istilah Kristen dan menyebut diri mereka Kristen, mereka juga bisa terlibat dalam diskusi tentang agama Kristen. Mereka mungkin dianggap menyimpang dari esensi agama Kristen karena umat Kristen lainnya menganggap ajaran progresif mereka tentang Tuhan sebagai ajaran sesat. Namun, Mormon mengajarkan pandangan perfeksionis tentang kemanusiaan dan pandangan progresif tentang Tuhan yang ada pada kelompok Kristen yang lebih tradisional. Ketika penganut Mormon ingin dilihat sebagai kelompok revivalis “pasca-generasi”, berdasarkan keyakinan inti mereka tentang kitab suci yang sebelumnya tidak dapat diakses oleh umat Kristen, mereka tidak dilibatkan dalam diskusi dan perlakuan tradisional terhadap umat Kristen. Namun, mereka memiliki banyak kesamaan dengan budaya Kristen mereka, memfokuskan iman mereka pada Yesus, memberitakan jalan keselamatan, dan ingin menjadi bagian dari alasan-alasan lain, dan dengan demikian berada dalam konteks identitas Kristen saat ini.

Pendekatan fenomenologis ini menekankan baik deskripsi historis maupun kontemporer, menolak resep, dan tidak mengizinkan sejarawan menyatakan hakikat agama Kristen sebagai panduan sederhana untuk semua kehidupan. Para sarjana harus menempatkan klaim kebenaran mereka dalam beberapa bentuk penangguhan dan mencatatnya dengan tepat, mengklasifikasikan sejumlah besar sekolah yang saling terkait dan menunjukkan sekolah-sekolah utama. Tidklah sulit mengatakan sesuatu menjadi perhatian banyak orang bila ada data yang medukung. Misalnya saja, tidak sulit untuk mengatakan apa yang diyakini oleh umat Katolik Roma pada saat itu sebagai esensi dari agama Kristen, atau mana yang diyakini oleh sekte Ortodoks dan Protestan sebagai jalan keselamatan yang sejati. Namun, ketika tradisi-tradisi konfesional ini berbeda pendapat mengenai kebenaran, mereka yang menggunakan metode fenomenologis mundur dan menolak melakukan mediasi.

Oleh karena itu, Saint Vincent Rylance mewakili hasrat hati Kristiani atau impian persatuan Kristiani, bukannya para peneliti, yang berjuang untuk melihat momen ketika orang-orang di mana pun sepakat dalam segala hal. Namun, dapat dikatakan bahwa identitas Kristiani dimulai dan diakhiri dengan mendefinisikan hubungan Yesus dengan kebenaran Allah dan jalan keselamatan. Yang tersisa hanyalah hasil dari pernyataan dasar ini, serangkaian variasi dan penafsiran yang tak terhitung jumlahnya yang penting untuk membedakan umat Kristen yang mengikuti mereka di waktu dan tempat yang berbeda.

BACA JUGA : Mengapa Tuhan Menguji Iman Kita… Berkali-kali

Memperdalam hubungan dengan Tuhan

Memperdalam hubungan dengan Tuhan

Memperdalam hubungan dengan Tuhan adalah suatu hal yang sangat penting bagi umat Kristen. Hubungan dengan Tuhan bukan hanya tentang melakukan ibadah atau membaca Alkitab, namun juga tentang berinteraksi dengan Tuhan secara pribadi dan mendapatkan pengalaman rohani yang lebih dalam.

Cara Untuk Memperdalam hubungan dengan Tuhan

Berdoa secara teratur

Doa adalah cara terbaik untuk berkomunikasi dengan Tuhan. Melalui doa, kita dapat mengungkapkan rasa syukur, kebutuhan, dan kekhawatiran kita kepada Tuhan. Berdoa secara teratur akan membantu kita merasa lebih dekat dengan Tuhan dan memperkuat iman kita.

Membaca Alkitab

Alkitab adalah sumber kebijaksanaan dan kebenaran yang penuh dengan pesan-pesan inspiratif. Membaca Alkitab secara teratur akan membantu kita lebih memahami kehendak Tuhan dan memberikan arah hidup yang lebih jelas.

Bersekutu dengan sesama Kristen

Bersekutu dengan sesama Kristen akan memberikan dukungan, doa, dan inspirasi yang dibutuhkan untuk memperdalam hubungan dengan Tuhan. Melalui persekutuan, kita dapat berbagi pengalaman rohani dan belajar dari orang lain tentang cara mereka memperdalam hubungan dengan Tuhan.

Bermeditasi

Meditasi adalah cara yang efektif untuk menghilangkan pikiran negatif dan meningkatkan konsentrasi. Dengan meditasi, kita dapat mengosongkan pikiran dan memfokuskan diri pada Tuhan, sehingga membantu kita untuk lebih dekat dengan-Nya.

Berbuat baik kepada sesame

Mengasihi dan membantu sesama adalah salah satu cara untuk menunjukkan cinta kita kepada Tuhan. Ketika kita membantu orang lain, kita juga membantu Tuhan. Melalui perbuatan baik ini, kita dapat merasakan hadirat Tuhan dan memperdalam hubungan kita dengan-Nya.

Menghadiri ibadah secara teratur

Ibadah adalah cara untuk bersama-sama memuji Tuhan dan memperdalam pengalaman rohani. Dalam ibadah, kita dapat merasakan kehadiran Tuhan dan memperkuat hubungan kita dengan-Nya.

Mengikuti retret atau kelas spiritual

Retret atau kelas spiritual adalah cara yang baik untuk memperdalam pengalaman rohani dan menemukan kedamaian dalam diri kita. Dalam kegiatan ini, kita dapat menghabiskan waktu dalam doa dan meditasi, serta mempelajari lebih banyak tentang Tuhan dan rencana-Nya bagi kita.

Berpuasa

Puasa adalah cara untuk menunjukkan keseriusan kita dalam memperdalam hubungan dengan Tuhan. Dengan berpuasa, kita dapat mengalami ketenangan dalam diri kita dan merasakan kehadiran Tuhan dengan lebih kuat.

BACA JUGA : Jika Tuhan Ada Mengapa Ada Penderitaan?

Menyembah Tuhan dengan sungguh-sungguh

Menyembah Tuhan adalah cara untuk menghormati-Nya dan menunjukkan kasih kita kepada-Nya. Ketika kita menyembah dengan sungguh-sungguh, kita dapat merasakan hadirat-Nya dalam diri kita dan memperdalam hubungan kita dengan-Nya.

Menghadapi ketakutan dan tantangan dengan iman

Ketakutan dan tantangan adalah bagian dari hidup yang harus dihadapi. Namun, ketika kita menghadapinya dengan iman dan mengandalkan Tuhan, kita dapat merasakan kedamaian dan kekuatan dalam diri kita. Dengan demikian, hal ini akan membantu kita untuk lebih dekat dengan Tuhan. para pengguna juga mengandalkan Tuhan untuk mencapai kekuatan dalam diri mereka.

Kesimpulan

Memperdalam hubungan dengan Tuhan

Dengan melakukan beberapa cara di atas, kita dapat memperdalam hubungan dengan Tuhan dan merasakan kedekatan dengan-Nya. Hal ini juga akan membantu kita untuk menjadi orang Kristen yang lebih baik dan memenuhi tujuan hidup kita dengan lebih baik.

Dalam mempertajam hubungan dengan Tuhan, penting untuk ingat bahwa hal itu tidak terjadi dengan instan. Ia memerlukan waktu dan usaha yang konsisten. Namun, dengan melakukan beberapa cara di atas, kita akan merasakan kedekatan dengan Tuhan dan memiliki hidup yang lebih bermakna.

Jika Tuhan Ada Mengapa Ada Penderitaan?

Jika Tuhan Ada Mengapa Ada Penderitaan?

Jika Tuhan ada mengapa ada penderitaan? Mengapa ada begitu banyak penderitaan dalam hidup? Setiap hari, kita dibanjiri dengan berita perang, kejahatan pisau, intimidasi, kecelakaan lalu lintas, penyakit mematikan, dan daftarnya terus bertambah. Tanggapan kita yang paling wajar adalah bertanya, ’Mengapa?’ ’Mengapa hal-hal ini terjadi?’ Dan jika Allah memang ada, mengapa Ia membiarkannya terjadi?

Tapi persoalan penderitaan juga sangat NYATA bagi kita semua. Kita semua pernah mengalami penderitaan dengan satu atau lain cara. Kita mungkin sedang menghadapi penyakit, tekanan keuangan, depresi, kehancuran hubungan, atau sedang merawat orang tua yang lanjut usia.

Apa pun pergumulan khusus yang kita hadapi, pertanyaan tentang penderitaan adalah salah satu yang tersulit dari semuanya dan salah satu penghalang terbesar untuk beriman kepada Tuhan. Beberapa dari kita bahkan mungkin telah menghapus Tuhan karena hal-hal yang telah kita lalui. Jika Tuhan ada, Dia pasti tidak akan membiarkan ITU terjadi.

Tidak ada jawaban yang mudah untuk pertanyaan ini. Tapi inilah masalahnya. Jika Anda pernah menemukan diri Anda bertanya ‘Mengapa?’, kepada siapa Anda menjawab pertanyaan itu? Jika Tuhan tidak ada, adakah yang bertanya dalam arti yang paling dalam? Tentunya, ini hanya cara dunia IS. Kecelakaan terjadi, molekul membuat kesalahan yang menyebabkan penyakit, dan biologi mendorong perilaku manusia.

Jika Tuhan Ada Mengapa Ada Penderitaan?

Pandangan Terhadap Masalah

Masalah dengan pandangan ini adalah bahwa hal itu tidak benar-benar membantu kita memahami kekotoran hidup. Kita menjadi MARAH pada penderitaan. Tapi dari mana asalnya jika memang begitulah dunia ini?

Iman Kristen memahami kekasaran yang kita rasakan dalam menghadapi penderitaan karena dikatakan ada yang SALAH dengan dunia ini. Segalanya tidak seperti yang seharusnya. Kita hidup di dunia di mana kebaikan dan kejahatan berperan di panggung dunia dan di setiap manusia. Tuhan itu baik tetapi kejahatan juga nyata dan memiliki pengaruh di dunia untuk saat ini. Jadi, sepintas tampaknya penderitaan memberi kita alasan yang baik untuk mengesampingkan Tuhan. Tapi sebenarnya, kebalikannya benar. Hanya JIKA Tuhan ada, kemarahan kita atas penderitaan menemukan tempatnya.

Mungkinkah kita bertanya ‘Mengapa?’ karena Tuhan itu nyata?

Saya tidak tahu tentang Anda, tetapi ketika saya mengalami masa sulit, saya paling nyaman berada di sekitar orang-orang yang telah mengalami hal serupa. Mereka MENDAPATKANNYA – terutama ketika kata-kata tidak cukup. Jika Tuhan itu ada, seperti apa dia? Apa tanggapannya terhadap penderitaan saya? Inti dari iman Kristen adalah Tuhan yang tahu apa artinya menderita. Yesus mengakhiri hari-harinya di bumi dengan dipaku di kayu salib. Dia menderita kebrutalan di tangan tentara Romawi. Dia ditinggalkan oleh teman-teman terdekatnya pada saat dia sangat membutuhkan. Yesus digambarkan dalam Alkitab sebagai, ‘…seorang yang penuh kesengsaraan dan akrab dengan penderitaan’ [53:3]. Jika kita membawa penderitaan kita kepada-Nya hari ini – kita tidak datang kepada Tuhan yang menyendiri atau acuh tak acuh atau jauh. Kita datang pada seseorang yang benar-benar TAHU dan PEDULI. Dia MENDAPATKANNYA karena Dia telah ada di sana.

Tetapi lebih dari menderita SEPERTI KITA, Tuhan juga menderita UNTUK KITA. Yesus telah menderita dengan cara yang melampaui apa pun yang dapat kita bayangkan. Entah bagaimana, di kayu salib, semua kejahatan dunia diarahkan pada satu target yang murni dan bersih untuk mengalahkannya untuk selamanya. Yesus menyerap kejahatan dunia, membawanya ke kubur, meninggalkannya di sana dan bangkit kembali. Dia melakukan ini untuk memberi kita hidup, sehingga kejahatan yang kita hadapi tidak perlu menyerap dan menguasai kita. Penderitaan tidak harus menjadi kata terakhir dalam hidup kita. Jika kita berpaling kepada-Nya, ada kekuatan yang tidak pernah kita sangka kita miliki. Ada kenyamanan yang tidak pernah kita duga sebelumnya. Dan ada harapan untuk hari ini dan besok.

Mengapa Tuhan Tidak Menyingkirkan Kejahatan ?

Tetapi beberapa orang bertanya, mengapa Tuhan tidak menyingkirkan kejahatan sekali untuk selamanya? Yah, suatu hari dia akan melakukannya. Kejahatan dikalahkan pada Paskah pertama itu, dan suatu hari kejahatan itu akan disingkirkan sama sekali. Bagaimana cara memperbaiki cerita yang rusak? Kita semua memiliki cerita kita. Beberapa dari mereka tampaknya tidak dapat diperbaiki. Iman Kristen mengatakan Anda memperbaiki cerita yang rusak dengan memasukkannya ke dalam cerita yang jauh lebih besar di mana kebaikan menang, dan kejahatan kalah. Suatu hari akan ada keadilan Suatu hari semua penderitaan akan berakhir. Suatu hari tidak akan ada lagi kematian atau ratapan atau tangisan atau rasa sakit dan Tuhan akan menghapus setiap air mata dari mata kita. Ini adalah gambaran yang luar biasa tentang kelembutan Tuhan dan rencananya untuk memperbaiki semua kesalahan di dunia ini. Tetapi hari ini belum tiba untuk memberi kita semua waktu untuk membuat pilihan kita benar di hadapan Allah.

BACA JUGA : 10 Tips Mengajarkan Pertobatan

Jika Tuhan Ada Mengapa Ada Penderitaan?

Tuhan tidak selalu memberi kita jawaban. Dalam hidup ini, kita mungkin tidak pernah benar-benar mengerti atau menebak keberuntunan datang dan mengapa beberapa hal terjadi seperti bagaimana kita tiba tiba mendapatkan kemenangan beruntun jackpot dari casino online info website ini untuk info bonus member baru. Tapi Tuhan selalu menawarkan kita sendiri. Dia menawarkan kita persahabatan. Dia merindukan kita untuk datang kepadanya, berbicara dengannya, membawa penderitaan kita kepadanya. Apa pun yang Anda hadapi, Anda dapat memilih untuk menjalaninya tanpa Tuhan atau bersamanya. Jadi jika anda bertanya Jika Tuhan ada mengapa ada penderitaan? mungkin anda punya jawabannya.

10 Tips Mengajarkan Pertobatan

10 Tips Mengajarkan Pertobatan

Pertobatan terkadang terdengar sangat menakutkan dan juga membingungkan bagi anak-anak dan juga remaja. Berikut ini adalah beberapa tips untuk mengajarkan pertobatan dengan cara yang penuh kasih dan memberdayakan. Pentingnya pertobatan tidak dapat terlalu ditekankan. Bagaimana pun juga, kotbah publik yang pertama kali Yesus sebarkan kan adalah “Bertobatlah!” (Markus 1:15)—Dan jika itu sangat tinggi dalam daftar Yesus, kita juga harus memperhatikannya. Tetapi seberapa baik kita bertobat? Mazmur 32 adalah tempat yang indah untuk mengeksplorasi sifat dan proses pertobatan yang mendalam. Berikut adalah lima langkah penting:

Tips Mengajarkan Pertobatan

  • Tetap sederhana. Anda dapat mengajar anak-anak Anda “ketika kita berdosa, kita berbalik kepada Tuhan,” tetapi “ketika kita bertobat, kita berbalik kepada Tuhan”1 untuk berbuat lebih baik.
  • Fokus pada hal positif. Tidak peduli apa yang terjadi, “Pertobatan selalu positif.”2 Itu bukan hukuman untuk perilaku buruk. Ini adalah kesempatan untuk mencoba lagi dan mendekatkan diri kepada Tuhan. Dorong anak Anda untuk berpikir tentang apa yang mereka lakukan dan bagaimana mereka dapat berbuat lebih banyak.
  • Tekankan kehidupan sehari-hari. Pertobatan adalah untuk dosa-dosa kecil dan juga untuk dosa-dosa besar. Pertobatan setiap hari berarti koreksi yang sering, seperti kapal yang terus melaju. Bantu anak Anda mengenali cara-cara kecil untuk berkembang setiap hari.
  • Beri ruang untuk kesalahan. Bantu anak Anda memahami bahwa kesalahan dapat menjadi bagian dari pembelajaran. Bantu mereka menghadapi konsekuensi dari pilihan mereka dan mencari cara untuk memperbaikinya kembali. Ajari mereka untuk berpaling kepada Tuhan untuk meminta bantuan.
  • Jadilah contoh. Ketika Anda melakukan kesalahan, akui itu. Anda harus cukup rendah hati untuk meminta maaf kepada anak-anak Anda. Perlihatkan kepada mereka bagaimana Anda bekerja untuk memperbaiki situasi, dan bagikan kesaksian Anda tentang bagaimana Juruselamat membantu Anda berubah.
  • Personalisasikan. Sewaktu Anda mengajari anak-anak Anda asas-asas pertobatan3, sadarilah bahwa proses pertobatan tidak akan sama untuk semua orang. Ini bukan serangkaian kotak yang harus diperiksa. Ini adalah proses pertumbuhan yang berkelanjutan. Ini tentang keinginan hati kita dan bagaimana kita berusaha untuk mendamaikan diri kita dengan Juruselamat. Kita tahu bahwa kita telah sepenuhnya bertobat ketika kita merasakan kedamaian, sukacita, dan pengampunan.
  • Terlihat panjang. Sangat mudah untuk berkecil hati ketika Anda membuat pilihan yang salah yang sama berkali-kali. Ajarkan kepada anak-anak Anda bahwa selama mereka terus bertobat, Allah akan terus mengampuni mereka (lihat Moroni 6:8) Jelaskan bahwa kerja keras sangatlah penting. Sewaktu kita berjuang dan menanggalkan manusia duniawi (lihat Mosia 3:19), kita menjadi lebih seperti Allah.
  • Bedakan antara rasa bersalah dan malu. “Dukacita menurut kehendak Allah” adalah kondisi yang diperlukan untuk pertobatan (lihat 2 Korintus 7:9–10). Tetapi jika anak Anda merasa tidak layak atau putus asa setelah bertobat, rasa malu mungkin menjadi penyebabnya. Selalu kasihi anak-anak Anda dan katakan, “Ketika kita berbuat dosa, kita kurang layak, tetapi tidak pernah kurang layak!” 5 Jika perlu, pertimbangkan untuk bertemu dengan uskup.
  • Memahami Pendamaian Juruselamat. Ajari anak-anak Anda bahwa Yesus Kristus menebus semua penderitaan kita, bukan hanya dosa-dosa kita (lihat Alma 7:11–12).Korban perundungan sama sekali tidak bersalah. Bantulah mereka berpaling kepada Juruselamat untuk kedamaian dan penyembuhan.
  • Lanjutkan untuk menunjuk kepada Juruselamat. Ajari anak-anak Anda bahwa Juruselamat memahami kesulitan mereka dan dapat membantu mereka mengatasinya. Bersaksilah tentang Dia sering di rumah Anda. Imbaulah anak-anak Anda untuk berdoa, melayani, menelaah tulisan suci, dan melakukan hal-hal lain yang akan membantu mereka mengenal Dia lebih baik sehingga mereka secara alami akan mencari bantuan-Nya dalam mengatasi kelemahan mereka.

Baca Juga : Alasan Mengapa Tuhan Memberikan Cobaan

Alasan Mengapa Tuhan Memberikan Cobaan

3 Alasan Mengapa Tuhan Memberikan Cobaan

Saya percaya ada tiga alasan dasar utama mengapa setiap orang harus menghadapi sejumlah cobaan dan kesengsaraan dalam hidup ini. Setiap orang Kristen benar-benar perlu memegang teguh ketiga alasan dasar ini.

Memiliki jenis pengetahuan yang tepat tentang mengapa hal-hal buruk akan terjadi pada orang-orang dalam kehidupan ini tidak hanya akan membantu Anda memahami mengapa peristiwa ini akan terjadi pada semua orang sejak awal, tetapi pengetahuan semacam ini juga akan membantu Anda untuk dapat menghadapinya. jenis awan badai dan kemudian akhirnya melewatinya ketika mereka datang ke arah Anda dalam hidup ini.

 Kutukan Adam dan Hawa

Seperti yang saya katakan di bagian pertama seri ini, dan di banyak artikel lain di situs kami, alasan utama nomor satu mengapa kita semua harus menghadapi sejumlah kekacauan, konflik, dan kesulitan dalam hidup ini adalah segalanya. sebagai akibat dari kutukan yang Adam dan Hawa turunkan ke bumi ini sebagai akibat dari keduanya secara langsung tidak mematuhi perintah langsung dari Tuhan untuk tidak memakan buah apa pun dari pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat.

Saya percaya bahwa Adam dan Hawa mewakili semua umat manusia yang akan datang setelah mereka ketika mereka pertama kali diuji di Taman Eden.

Dan ketika mereka berdua tidak bisa mematuhi perintah langsung Tuhan untuk menjauh dari pohon yang satu ini, mereka dan semua orang yang akan lahir setelah mereka semua harus dilahirkan dan melakukan perjalanan melalui dunia yang terkutuk dan jatuh ini sebelum kita bisa masuk ke surga. .

Akibat bumi yang sekarang menjadi terkutuk, kita sekarang memiliki segala macam hal buruk yang bisa menimpa siapa saja di antara kita kapan saja. Tubuh fisik kita sekarang tunduk pada proses kematian. Cepat atau lambat, setiap orang dari kita harus mati secara fisik sebelum kita dapat menyeberang untuk bersama Tuhan kita di surga.

Dan tidak hanya tubuh fisik kita yang pada akhirnya akan rusak, rusak, dan akhirnya pingsan, tetapi mereka juga akan tunduk untuk dapat menerima segala macam penyakit dan penyakit dalam hidup ini.

Akibat lain yang harus kita terima sebagai akibat dari kutukan ini adalah semua bencana alam yang dapat terjadi dalam sekejap.

Bencana Yang Didatangkan Tuhan

Bencana Yang Didatangkan Tuhan

Gempa bumi, badai petir, sambaran petir, tornado, angin topan, kebakaran hutan, dan letusan gunung berapi dapat menyerang di mana saja kapan saja dan membunuh ribuan orang dalam sekejap. Dan di atas semua bencana alam yang berbeda yang dapat terjadi dalam hidup ini, kita juga harus berurusan dengan jenis kecelakaan alam yang dapat terjadi seperti kebakaran rumah dan kecelakaan mobil.

Sebagai akibat dari setiap pria dan wanita yang dilahirkan ke dunia ini sebagai orang berdosa yang rusak di mata Tuhan kita, ini sekarang membuka kita semua untuk tindakan jahat orang lain yang tidak menghargai siapa pun kecuali diri mereka sendiri. Oleh karena itu, kita harus menghadapi sejumlah orang tertentu yang akan melanggar beberapa hukum Tuhan untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan.

Dengan demikian kita memiliki penjahat yang keluar merampok, memperkosa, menyerang, dan membunuh orang lain untuk memuaskan keinginan gelap daging mereka.

Sebagai akibat dari sejumlah orang dalam kehidupan ini yang akan selalu memilih untuk menjalani kehidupan ini di sisi gelap, kami terpaksa memiliki departemen kepolisian lokal untuk memberi kami perlindungan lokal, dan setiap negara juga harus memiliki departemen kepolisian sendiri. angkatan bersenjata untuk melindungi mereka dari negara lain yang ingin mencoba menyerang dan mengendalikan mereka.

Dengan demikian manusia telah berperang satu sama lain sejak awal waktu, dan itu tidak akan berhenti sampai Yesus datang kembali untuk mendirikan Kerajaan Milenium-Nya dari kota Yerusalem. Dan sampai peristiwa mulia itu akhirnya terjadi, kita semua harus menanggung sejumlah kejahatan dari beberapa apel jahat dan jahat ini.

Dan kemudian untuk melengkapi semua ini, kita masih harus menghadapi Setan dan semua iblisnya yang masih diizinkan berkeliaran di bumi yang terkutuk ini untuk mencoba dan mempengaruhi sebanyak mungkin orang untuk melakukan perintah jahat mereka. Selama kita memiliki malaikat yang jatuh dan manusia yang jatuh yang akan menolak untuk diselamatkan dan disucikan melalui darah Yesus Kristus, kita tidak akan pernah memiliki tatanan ilahi apa pun di bumi ini.

Inilah sebabnya mengapa Setan, semua iblisnya, dan umat manusia lainnya yang belum diselamatkan tidak akan diizinkan untuk tinggal bersama kita di kerajaan Surga dan Bumi Baru yang akan datang.

Meskipun menurut situs https://www.gamehacker.info/ kita semua telah diciptakan sama di mata Tuhan kita, tidak semua orang akan mendapatkan perlakuan yang sama dalam hidup ini. Beberapa orang akhirnya menghasilkan banyak uang dalam hidup ini, yang lain akan hidup dalam kemiskinan untuk sebagian besar, jika tidak sepanjang hidup mereka. Beberapa orang akan menjalani hidup ini dengan tidak banyak penyakit fisik atau penyakit yang menyerang tubuh mereka, dan orang lain akan berjuang melawan satu penyakit dan penyakit lainnya.

Beberapa orang akan menjadi korban dari beberapa jenis kejahatan dan pelecehan, dan yang lain akan menjalani hidup ini dan tidak memiliki rambut di kepala mereka yang pernah disentuh atau dilukai. Beberapa orang akan mati dan meninggalkan kehidupan ini pada usia yang sangat muda, dan yang lainnya akan hidup sampai usia tua.

Baca juga : Mengapa Tuhan Menguji Iman Kita… Berkali-kali

Mengapa Tuhan Menguji Iman Kita… Berkali-kali

Mengapa Tuhan Menguji Iman Kita… Berkali-kali

Ada sesuatu yang anehnya menghibur tentang cerita berantakan dari orang-orang kudus Allah dalam Kitab Suci. Kita mungkin mengharapkan para pahlawan Alkitab untuk beralih dari satu episode ketaatan ke episode berikutnya—kemenangan iman berturut-turut di jalan menuju kemuliaan kekal.

Tapi bukan itu yang kita temukan di dalam Alkitab. Ambil Ibrahim, misalnya. Dalam Kejadian 12, Tuhan memanggilnya untuk meninggalkan segalanya dan mengikuti. Dan Ibrahim melakukannya. Kemenangan! Tetapi beberapa bab berikutnya menunjukkan kepada kita gambaran yang jelas campur aduk. Abraham mencemooh janji Tuhan. Dia menempatkan istrinya Sarah dalam bahaya untuk menyelamatkan kulitnya sendiri—dua kali. Dia memiliki anak dengan seorang pelayan , bukan dengan istrinya. Dan yang terpenting, dia kemudian memberi Sarah lampu hijau untuk memukul dan melecehkan pelayan itu.

Tidak melakukannya dengan baik, Abe.

Jadi mengapa semua ini menghiburku? Karena hidup saya hampir tidak pernah menjadi rangkaian kesuksesan yang tak terputus sejak menjadi seorang Kristen. Bahkan, sepertinya setiap zaman dalam hidup saya telah ditandai dengan iman yang goyah. Ketaatan Abraham yang naik turun memberi tahu saya bahwa Tuhan dapat—dan memang—bekerja melalui orang-orang yang hancur seperti Anda dan saya.

Tetapi melalui semua kekecewaan dan kegagalan Abraham, Tuhan melakukan sesuatu di balik layar. Dan dalam kegagalannya, kita belajar sesuatu tentang perjalanan iman kita.

Tuhan menumbuhkan iman kita dengan mengujinya

Tuhan menumbuhkan iman kita dengan mengujinya

Segera setelah Abraham mengikuti Tuhan, Kejadian 12:10 memberi tahu kita bahwa kelaparan memaksanya ke Mesir, tempat yang dijamin membuatnya takut. Ini bukan kebetulan: Tuhan sedang menguji—dan mencoba untuk menumbuhkan—iman Abraham.

Iman, Anda tahu, bukan hanya keputusan satu kali yang kita buat untuk mengikuti Tuhan. Iman bekerja seperti otot : ia hanya menjadi lebih kuat saat ia tegang. Ilmuwan olahraga menjelaskan bahwa cara otot tumbuh adalah ketika Anda berolahraga, Anda sebenarnya menghasilkan ribuan robekan kecil di otot. Tetapi ketika tubuh Anda pulih, ia membangun otot punggung di celah-celah itu, dan ototnya menjadi lebih besar.

Begitulah cara iman bekerja. Tuhan menempatkan kita dalam situasi yang merobek iman kita, sehingga dapat tumbuh kembali lebih kuat. Saya telah melihat ini terjadi begitu sering sehingga saya cenderung untuk mengatakan itu adalah praktik standar Tuhan. Anda datang kepada Yesus, dan segera Anda akan mengalami pengalaman yang menguji iman Anda. Anda kehilangan pekerjaan Anda. Kesehatan Anda memburuk. Orang-orang menyalakan Anda. Dan pada saat-saat itu, Tuhan bertanya, “Apakah Anda mempercayai dan menghargai saya lebih dari ini ?”

Iman adalah otot terpenting dalam kehidupan Kristen, dan Tuhan berkomitmen untuk memperkuatnya. Ini bukan hanya bagaimana Anda “diselamatkan.” Begitulah cara Anda hidup setiap hari sebagai pengikut Kristus. Segala sesuatu dalam kehidupan Kristen tumbuh di tanah iman.

Dalam menguji iman kita, Tuhan sering membawa kita ke jurang yang paling dalam

Dalam menguji iman kita, Tuhan sering membawa kita ke jurang yang paling dalam

Tuhan bisa saja memberikan Abraham seorang anak laki-laki segera setelah dia menjanjikannya. Tetapi sebaliknya, karena alasan yang tidak diberitahukan kepada Abraham, Tuhan membuatnya menunggu 30 tahun sebelum menepati janjinya. Abe sudah berusia 70-an ketika Tuhan telah membuat janji, jadi mengapa menunggu begitu lama untuk memenuhinya?

Pikirkan ilustrasi otot lagi. Spesialis latihan MAXBET sering merancang latihan dengan tujuan “kegagalan otot.” Alih-alih melakukan jumlah repetisi tertentu, Anda mengangkat beban sampai otot Anda benar-benar tidak bisa melakukannya lagi. ( Omong-omong, spesialis latihan ini tampaknya terlalu senang melihat proses ini dalam diri kita manusia biasa .) Intinya adalah untuk benar-benar menumbuhkan otot, otot itu harus didorong sampai ke ujung.

Itulah yang Tuhan lakukan terhadap iman Anda. Dia mendorongnya ke tepi jurang, karena dia lebih berkomitmen untuk menumbuhkan iman Anda daripada Anda.

Seandainya Tuhan segera memberikan Abraham seorang anak laki-laki, itu akan menjadi alasan untuk bersukacita , tetapi bukan untuk iman. Abraham harus merasakan ketidakberdayaannya dalam menghadapi kemandulannya sendiri jika dia ingin menyerahkan dirinya sepenuhnya pada lengan janji-janji ilahi. Rupanya Tuhan membutuhkan waktu puluhan tahun untuk membawa Abraham ke titik ini. Tapi dia sampai di sana.

Mungkin Tuhan sedang mendorong Anda ke tepi jurang sekarang. Ini tidak menyenangkan. Ini tidak nyaman. Tidak ada yang suka berjalan melalui lembah, tetapi di sana dan di sana saja Tuhan dapat menunjukkan kepada Anda kapasitasnya untuk menyediakan bagi Anda. Dia mengirim Anda ke dalam badai sehingga dia dapat menunjukkan kemampuannya untuk berjalan di atas air. Dia mengelilingi Anda dengan konflik sehingga dia dapat menunjukkan kepada Anda bahwa dia menyediakan meja untuk Anda di tengah-tengah musuh Anda.

Kami tidak menanggung tes ini dengan grit belaka. Tak satu pun dari kita memiliki “ketangguhan batin” untuk menjalankan iman kita sendiri. Kekuatan untuk menanggung cobaan ketika kita didorong ke tepi jurang hanya datang dengan merenungkan Dia yang didorong melewati tepi jurang—didorong ke dalam kematian dan neraka itu sendiri—atas nama kita. Karena Yesus diuji melebihi apa yang pernah kita alami, kita dapat mengikuti-Nya dalam setiap ujian yang menghadang kita.